Berdasarkan fakta sulit dipungkiri bahwa perkutut telah dijadikan klangenan raja raja terdahulu, bahkan pahlawan nasional Pangeran Diponegoro sangat menggemari burung ini. Banyak filosofi yang bisa kita pelajari dari perkutut, salah satunya ialah perkutut dalam satu ombyokan (sangkar yang berisi banyak perkutut) jarang sekali ada pertengkaran, artinya sebagai manusia kita juga harus saling menghargai terhadap sesama umat manusia, filosofi yang lainnya adalah perkutut makannya tidak rakus, sebagai gambaran dalam satu pakan, makanannya tidak akan habis dalam satu minggu, bahkan bisa lebih, perkutut dikenal hewan yang sangat tahan menahan haus, dan lapar, artinya manusia-pun harus bisa menjaga makannya tidak rakus, jangan karena punya uang banyak segala makanan dibeli, dan dimakan, yang berujung kepada banyaknya penyakit, sebagaian besar penyakit karena kesalahan manusia sendiri karena pola makan yang salah.
Ada cerita yang melegenda dalam masyarakat Jawa perihal burung perkutut. Burung ini menurut ceritanya, merupakan jelmaan seorang pangeran yang pada zaman Kerajaan Majapahit dikenal dengan legenda Joko Mangu. Bermula dari hal itu maka kemudian berkembang dalam tradisi masyarakat Jawa bahwa Burung Perkutut menjadi sakral keberadaannya. Bagi Priyayi Jawa, burung menjadi salah satu dari sapta brata yang harus dimiliki. Oleh karenanya masyarakat Jawa khususnya para laki-laki banyak yang memelihara burung atau kukilo khususnya burung perkutut.
Ada cerita yang melegenda dalam masyarakat Jawa perihal burung perkutut. Burung ini menurut ceritanya, merupakan jelmaan seorang pangeran yang pada zaman Kerajaan Majapahit dikenal dengan legenda Joko Mangu. Bermula dari hal itu maka kemudian berkembang dalam tradisi masyarakat Jawa bahwa Burung Perkutut menjadi sakral keberadaannya. Bagi Priyayi Jawa, burung menjadi salah satu dari sapta brata yang harus dimiliki. Oleh karenanya masyarakat Jawa khususnya para laki-laki banyak yang memelihara burung atau kukilo khususnya burung perkutut.
Banyak
pertimbangan mengapa masyarakat Jawa khususnya kaum lelakinya
memelihara burung perkutut. Diantara berbagai pertimbangan tersebut
yakni sekedar prestise hingga nguri-nguri ajaran adiluhung nenek
moyang. Leluhur orang Jawa dulu sering memberi wejangan bahwa manuk
(burung) terdiri dari unsur kata ma (manjing) dan nya (nyawa) yang
artinya urip atau hidup. Wejangan itu kemudian diterjemahkan dengan
“aja mung ngoceh, nanging manggungo utawa yen ngomong kudu sing
mentes” artinya kalau berbicara harus yang berisi.
Selama
ini terdapat dua macam kategori orang yang gemar akan burung
perkutut, yakni karena anggung (suara) dan karena cirimati (ciri
baku) atau katuranggan. Orang yang menyukai burung perkutut karena
anggung atau suaranya kebanyakan akan diikutsertakan dalam lomba atau
sekedar hanya untuk klangenan. Sementara yang suka burung perkutut
karena cirimati atau katuranggan biasanya memiliki kepercayaan bahwa
dengan memelihara burung perkutut akan bisa mendatangkan rezeki atau
keberuntungan.
Konon
kepercayaan masyarakat Jawa akan katuranggan, angsar atau tangguh
burung perkutut dipengaruhi oleh legenda Joko Mangu. Diceritakan
dalam legenda tersebut bahwa saat zaman Kerajaan Majapahit dulu ada
burung perkutut yang merupakan jelmaan Pangeran dari Pajajaran yang
bernama Joko Mangu. Burung tersebut lepas dari Pajajaran dan terbang
ke arah timur hingga ke Majapahit. Selanjutnya Burung Perkutut dengan
nama Joko Mangu itu lepas lagi dari Majapahit dan terbang ke arah
pesisir. Artinya pulung atau keberuntungan Majapahit lepas dan
akhirnya menuju ke arah pesisir hingga munculah Kerajaan Demak. Dari
pesisir akhirnya Joko Mangu terbang lagi dan menuju ke selatan dan
ditemukan oleh Ki Ageng Paker dari Ngayogyakarta.
Dalam
memelihara burung perkutut yang perlu dipersiapkan adalah diri
pribadi orang itu sendiri. Artinya, kepercayaan akan katuranggan,
pulung atau angsar dan tangguh harus tetap ditempatkan pada posisi
yang semestinya. Kepercayaan akan Tuhan menjadi mutlak, melebihi
kepercayaan pada siapa dan apapun. Mengenai pulung atau wahyu, akan
datang dengan sendirinya, jika seseorang itu telah benar-benar
tertata. Dalam dunia pewayangan selalu pulung sing nggoleki uwong,
dudu uwong sing nggoleki pulung atau isi sing nggolek wadhah, dudu
wadhah sing nggoleki isi.
Peter Carey seorang sejarawan asal inggris yang menulis sejarah Pangeran Diponegoro, dan atas perjuangannya babad Dipongoro menjadi warisan UNESCO, menulis bahwa Perkutut adalah hewan kesayangan Pangeran Diponegoro, sulit dipungkiri para pemimpin, dan raja raja terdahulu tidak menjadikan perkutut menjadi klangenan, apalagi orang seperti Pangeran Diponegoro yang berhasil membuat ketakutan yang berlebihan untuk pihak belanda.
Perkutut berdasarkan daerahnya dibagi beberapa bagian :
Peter Carey seorang sejarawan asal inggris yang menulis sejarah Pangeran Diponegoro, dan atas perjuangannya babad Dipongoro menjadi warisan UNESCO, menulis bahwa Perkutut adalah hewan kesayangan Pangeran Diponegoro, sulit dipungkiri para pemimpin, dan raja raja terdahulu tidak menjadikan perkutut menjadi klangenan, apalagi orang seperti Pangeran Diponegoro yang berhasil membuat ketakutan yang berlebihan untuk pihak belanda.
Perkutut berdasarkan daerahnya dibagi beberapa bagian :
Perkutut Tangguh
3' Demak Jawa Tengah bagian Utara warna kaki kemerah merahan samapi genta dan kelopak mata
4. Pajang Jawa Tengah antara g Lawu sampai g Merapi warna kaki blawuk sampai genta dan kelopak mata
5. Mataram Jawa Tengah pesisir Selatan KLaten sampai Cilacap warna kakinya keputih putihansanpai ke genta, kelopak mata dan paruhnya yang pendek
7. Bali meliputi wilayah Bali warna alis orange melingkar mata, lurik di bawah paruh, leher menyambung tidak putus
untuk lebih jelas bisa gabung di facebook :
https://www.facebook.com/groups/PerkututLokalIndonesia/
No comments:
Post a Comment